Komisi VI: PalmCo Perkuat Ekosistem Industri Sawit Nasional

-

BERITA

April

26 Juni 2024
Bagikan :

Pekanbaru - Komisi VI DPR RI menilai pembentukan Sub Holding PTPN III (Persero), PTPN IV PalmCo, yang merupakan bagian dari proyek strategis nasional (PSN) melalui penggabungan sejumlah perusahaan perkebunan negara komoditas sawit, semakin memperkuat pengembangan ekosistem perkebunan kelapa sawit nasional.

Anggota Komisi VI DPR RI, Mahfudz Abdurrahman, mengatakan bahwa PTPN IV PalmCo kini menjadi perusahaan perkebunan sawit terbesar di dunia, mengelola 586.843 hektare perkebunan kelapa sawit sendiri dan 56.944 hektare kebun kerja sama operasi. Perusahaan ini berperan sebagai katalisator atas berbagai capaian kontribusi positif, baik dari hulu yang memberikan efek berganda positif kepada petani melalui peremajaan sawit rakyat serta penyediaan bibit sawit unggul bersertifikat, hingga ke hilir dalam memperkuat ketahanan pangan dan energi nasional.

"Apresiasi untuk semua pencapaian yang diraih PTPN IV PalmCo yang telah memberikan efek berganda. Kinerja operasional yang positif tidak hanya memberikan dampak bagi perusahaan, tetapi juga mampu membantu dan memperkuat petani. Saya berharap PTPN mampu menjadi andalan baru Kementerian BUMN," kata legislator dari fraksi PKS itu.

Mahfudz menyampaikan hal tersebut di sela-sela kunjungan kerja spesifik Komisi VI DPR RI yang dipimpin Jon Erizal ke PTPN IV Regional III Kota Pekanbaru, Provinsi Riau, pada Masa Persidangan ke-V tahun 2023-2024.

Kunjungan kerja yang bertujuan untuk Pengembangan Ekosistem Industri Kelapa Sawit Nasional di Provinsi Riau turut dihadiri Asisten Deputi Bidang Industri Perkebunan dan Kehutanan Kementerian BUMN, Faturohman, Direktur Manajemen Risiko Holding Perkebunan Nusantara, M. Arifin Firdaus, Direktur Utama PTPN IV PalmCo, Jatmiko Santosa, serta Region Head PTPN IV Regional III, Rurianto.

Direktur Manajemen Risiko Holding Perkebunan, M. Arifin Firdaus, menjelaskan bahwa akhir tahun lalu telah dibentuk dua sub holding, yakni PTPN I Supporting Co dan PTPN IV PalmCo.

“PTPN IV PalmCo ini merupakan penggabungan dari PTPN V Riau, PTPN VI Jambi-Sumbar, dan PTPN XIII Kalimantan, serta spin off sebagian PTPN III (Persero) ke dalam PTPN IV sebagai entitas bertahan. Pemegang saham berkeinginan agar aksi korporasi yang juga menjadi proyek strategis nasional ini mampu menjadi solusi dalam penguatan ketahanan pangan dan energi nasional serta mengakselerasi target peremajaan sawit pemerintah,” ujar Arifin.

Lebih lanjut, Arifin menyatakan bahwa PalmCo yang berfokus pada sawit saat ini sedang menjalankan berbagai inisiatif sambil membangun pondasi yang mengusung keberlanjutan dan pertumbuhan optimal.

“Kami yakin dengan dukungan dari Legislatif, upaya-upaya untuk keamanan pangan dan energi dapat diwujudkan,” tambahnya.

Sonny T. Danaparamita, anggota Komisi VI dari Fraksi PDIP, berharap agar PTPN dapat memperkuat perannya sebagai mesin penggerak ekonomi Indonesia serta memperkuat ketahanan pangan di masa mendatang. Dia juga meminta agar PTPN IV PalmCo memperkuat hilirisasi sehingga target penguatan ketahanan pangan dan energi nasional dapat diwujudkan.

"Kami meminta untuk disampaikan apa program hilirisasinya dan pada tahun berapa itu ditargetkan," kata Sonny.

Asisten Deputi Bidang Industri Perkebunan dan Kehutanan Kementerian BUMN, Faturohman, menjelaskan bahwa sebagai perusahaan kelapa sawit terbesar di dunia, PalmCo mampu berprestasi di tengah ketidakpastian situasi global dengan membukukan penjualan hingga Rp30,8 triliun serta meraih laba bersih sebesar Rp3,6 triliun secara konsolidasi sepanjang 2023 lalu. Namun, ia meyakini terdapat berbagai potensi yang bisa dimaksimalkan di masa mendatang, terutama dalam mencapai tujuan pembentukannya.

Direktur Utama PTPN IV PalmCo, Jatmiko Santosa, memaparkan bahwa terdapat tiga tantangan pasca-merger enam bulan lalu. Tantangan pertama adalah integrasi pasca-merger atau konsolidasi. "Alhamdulillah, enam bulan berjalan pasca-terintegrasi pondasi yang kami coba bangun sudah mulai terlihat. Banyak potensi perbaikan, utamanya untuk menghilangkan kesenjangan kinerja antarregion dan unit kerja sama operasi kami," ujarnya.

Tantangan kedua adalah disparitas produktivitas perkebunan sawit yang disebabkan oleh faktor kinerja serta budaya kerja, dan tantangan ketiga adalah hilirisasi. Untuk kedua tantangan terakhir, perusahaan sedang mengupayakan penyeragaman budaya yang bersandar pada tata kelola yang baik dan dalam penentuan peta jalan hilirisasi, disandarkan pada lima pilar yang dimiliki PTPN saat ini.

“Lima pilar ini kami sebut sebagai Next Gen Operation, Revenue Enhancement, Downstream Transformation, Trading & Supply Chain Improvement, serta New Green Business Establishment,” jelas Jatmiko.

Lebih jauh, ia menjelaskan bahwa perusahaan telah menentukan prioritas nasional dan program strategis meliputi hilirisasi sektor pangan, peremajaan sawit rakyat (PSR), serta akselerasi pengembangan energi baru terbarukan untuk menjawab dan mewujudkan tujuan pembentukan PalmCo.

"Untuk PSR, PTPN IV cukup masif. Di Regional III sendiri, saat ini total luasan PSR mencapai 9.981 hektare dan pada tahun 2024 ini ditargetkan mencapai 13.011 hektare atau 57 persen dari target yang dicanangkan seluas 22.444 hektare. Pola yang dilaksanakan di Regional III ini yang kemudian kami adopsi untuk perluasan PSR di Regional lainnya," jelasnya.

Selain PSR, perusahaan juga berkomitmen mendukung program pemerintah dalam menekan emisi karbon menuju net zero emission (NZE). Program reduksi emisi untuk mengurangi potensi gas rumah kaca tersebut dilaksanakan dalam satu siklus budidaya perkebunan mulai dari pengambilan bahan baku, proses produksi, hingga pengelolaan limbah.

Mulai dari proses pengambilan bahan baku hingga produksi, PTPN IV fokus pada perkebunan berkelanjutan, baik dari pemanfaatan pupuk yang tepat guna melalui digitalisasi, kebijakan zero burning, menjaga areal dengan nilai konservasi tinggi, hingga pengelolaan limbah sebagai sumber energi baru terbarukan.

"Dari sisi lingkungan, pembangkit tenaga biogas baik sebagai co-firing maupun listrik berkontribusi positif dalam menekan emisi karbon secara signifikan. Kemudian, dari sisi bisnis, keberadaan pembangkit tenaga biogas tersebut menjadi bagian dari peningkatan efisiensi perusahaan serta nilai tambah, terutama dari penjualan by-product seperti cangkang," jelas Jatmiko.

Jon Erizal, yang memimpin jalannya rapat kunjungan kerja spesifik itu, turut mengapresiasi strategi dan kebijakan Jatmiko dalam menjawab amanah pemerintah melalui PSN tersebut. Ia mengakui bahwa pihaknya cukup puas dengan segala pencapaian tersebut, termasuk produksi minyak makan merah yang kini menjadi produk awal hilirisasi perusahaan. Meski begitu, dia turut memberikan catatan agar manajemen yang telah melewati fase pasca-integrasi tersebut dapat menyusun peta jalan hilirisasi secara komprehensif sehingga menjadi acuan di masa mendatang.

Jon Erizal juga menaruh perhatian khusus pada komposisi penggunaan dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.

“Penggunaan dana BPDPKS untuk Peremajaan Sawit Rakyat masih sangat minim. Hanya sekitar 15 persen dari total dana yang terkumpul,” kata Erizal.

“Semoga PTPN mampu mendorong agar penggunaan dana tersebut dapat lebih maksimal. Apa yang menjadi kendala agar disampaikan kepada kami, biar kita dorong kebijakan yang dibutuhkan. Sehingga produktivitas sawit rakyat Indonesia benar-benar dapat ditingkatkan melalui PSR,” tutupnya

Bagikan :

Artikel Lainnya